Maklum cerita kakak kelas saya kadang ada yang tidak suka ketika kita menulis tokoh yang sedang terlibat kasus hukum dan kita membelanya. So must go on buat saya.
Duh betapa nestapa hati orang tuanya kalau sampai Jero Wacikpun mati beneran.
Jero wacik tumbuh menjadi sosok dewasa, pekerja keras yang memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan menjadi pedagang asongan bersama orang tuanya.
Beruntung Jero Wacik memiliki otak encer. Ia bangga karena kerap kali dapat penghargaan atas kemampuan otaknya.
Kuliah di ITB,bekerja di anak perusahaan astra selama 18 tahun kemudian jadi dosen di UI selama 15 tahun. Dan menjadi wirausaha membangun villa mewah di Bali selama 12 tahun.
Artinya Jero Wacik memang sudah kaya jauh sebelum beliau masuk partai dan duduk di kursi pemerintahan.
Saya ingat obrolan dengan kakak kelas saya.
"Bayangkan usia 54 tahun beliau sudah merasa mapan hidupnya,tapi karena ingat pesan almarhum ayahnya bahwa hidupnya tidak boleh dihabisi untuk dirinya sendiri maka mengabdilah beliau dengan masuk partai".
Jero bergabung dengan partai demokrat dan sempat menjadi sekretaris di partai demokrat.
Dan pada tahun 2004 ditunjuk bapak Soesilo Bambang Yudhoyono presiden ke enam waktu itu,untuk menjabat sebagai menteri Kebudayaan dan Pariwisata.
Terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019 tetapi dua pekan menjelang dilantik KPK menangkapnya. Dengan tuduhan melakukan penyalahgunaan dana operasional menteri,melakukan pemerasan di kementerian dan menerima gratifikasi.
Makin menarik kasus Jero Wacik ini.
Jero wacik tidak pernah merasakan pelantikan itu.Jadi pengabdian untuk negara yang diniatkan dengan tulus pada waktu itu berakhir di penjara?
Saya menulis kalimat diatas ini dengan perasaan sedih.
Saya terdiam.Hujan belum juga reda. Tapi hati ini makin gundah. Apa yang saya baca selama ini akankah beda ketika saya bertemu langsung dengan sosoknya?
Saya akan menemuimu pak.
Mendengar,melihat dan merasakan memang seharusnya bisa sejalan. Tidak terpisahkan.